(Jumat Wage, 12/6/2020) – Mat 5: 27 – 32
Aturan! Mungkinkah hidup ini tanpa hukum atau aturan? Rasanya sulit.
Tubuh punya hukum biologis. Negara, agama, komunitas apa pun punya hukum. Sepak bola tanpa aturan bukan sepak bola.
Hukum dibuat untuk dilanggar? Keren bisa melanggar rambu lalu lintas. Cinta terlarang. Bahkan Hukum dengan sanksinya tidak jarang menciptakan pelanggaran yang lebih berat dan kompleks.
Atau sikap terbaik adalah mengikuti aturan dengan sikap kritis.
“Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.” (Mat 5:31- 32)
Sebelumnya suami istri bisa bercerai dengan memberi surat cerai. Yesus hadir membawa warta baru, tidak boleh bercerai.
Bercerai adalah kegagalan manusia menghayati kebenaran atau nilai ilahi. Sebagai citra Allah manusia sejak semula diciptakan mampu mencintai dan setia pada pasangannya. Maka perkawinan pun bersifat satu dengan satu untuk selamanya atau monogam, namun sejak jatuh dalam dosa manusia mudah bercerai atau berpoligami.
Dengan larangan bercerai, Yesus ingin mewartakan kemenangan atas dosa maupun kejahatan dan memberi jaminan hidup yang lebih baik.
Kita bersyukur pada Allah atas rahmat untuk keluarga-keluarga.
Sampai sekarang banyak suami istri bercerai. Memang Gereja tidak lepas dari anggota yang berdosa. Sikap kita bagaimana?
Selalu bersikap penuh belaskasih dan bersedia merangkul adalah imun untuk kita bisa dinyatakan bertindak benar. (Abakaeb, Rm. Paulus Supriya, Pr. – Pugeran Yogyakarta)