(Selasa Wage, (7/7/2020) – Mat 9:32 – 38
Bisu! tuna wicara, tidak dapat berkata-kata. Waktu kecil saya mengenal ada tetangga yang tuna wicara. Ia bekerja dengan giat. Saya menikahkan dua calon pengantin tuna wicara. Mereka sangat rendah hati. Saat ini, saya juga punya sahabat tuna wicara yang punya dedikasi tinggi. Mereka semua baik hati kendati mempunyai keterbasan dalam berbicara.
Fasih berbicara! Banyak orang lancar berbicara, namun sering tidak berbicara secara positif. Kata-katanya malah menyakiti, merugikan atau merusak kebersamaan.
Orang antusias membicarakan keburukan sesama. Sambil bibirnya diputar-putar, ia menjelek-jelekkan orang lain. Fitnah, gosip diteruskan melalui bisik-bisik tetangga. Teriakan keras muncul saat orang bertengkar, dan sebagainya.
Dan setelah setan itu diusir, dapatlah orang bisu itu berkata-kata. Maka heranlah orang banyak, katanya: “Yang demikian belum pernah dilihat orang di Israel.” Tetapi orang Farisi berkata: “Dengan kuasa penghulu setan Ia mengusir setan.” (Mat 9:33-34)
Fakta belas kasih Yesus menimbulkan dua perkataan tanggapan. Orang banyak bicara belas kasih Allah. Orang Farisi bicara keburukan dengan menuduh Yesus kongkalingkong dengan penghulu setan. Tanda sebagai anak Allah adalah melakukan belas kasih. Tanda sebagai anak setan adalah benci akan belas kasih.
Syukur kepada Allah bahwa kita senantiasa dianugerahi keterampilan berbicara secara verbal maupun tulisan.
“Dengarkanlah nasihat orang dan berbicaralah secukupnya saja,” kata William Shakespeare. Semoga kata-kata kita senantiasa menciptakan berkat dan belas kasih, bukan sebaliknya melukai dan menimbulkan bencana.
(abakaeb, Rm. Paulus Supriya, Pr. – Pugeran Yogyakarta)