(Jumat, 1/5/2020) – Kis 9:1-20
Saudara! Saudara adalah kawan, teman, orang yang bertalian keluarga. Kita pun bertalian dalam satu keluarga Allah.
Tindakan yang luar biasa masif, kuat, kukuh terjadi saat pendemi Covid-19 adalah bela rasa. Pelaksananya bermacam-macam, pribadi, keluarga, masyarakat, pemerintah, lembaga keagamaan, maupun lembaga-lembaga yang lain. Bentuknya pun sangat banyak dan variatif. Ada juga yang berslogan “sebungkus nasi, seribu kasih.” Orang ikut ambil tanggung jawab atas keadaan sesamanya. Orang tidak egois.
Tindakan ini menegaskan identitas diri manusia. Tindakan karitatif itu merupakan perwujudan jatidiri kemanusiaan, bahwa manusia adalah satu saudara dan karenanya saling mengasihi merupakan hal yang lumrah. Kita citra Allah. Allah adalah kasih, kasih pun menjadi citra kita. Kita adalah manusia untuk orang lain.
“Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: “Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.”” (Kis 9:17)
Ananias pasti tahu bahwa Saulus adalah orang yang kejam terhadap pengikut-pengikut Tuhan. Tetapi Ananias tetap menyebut Saulus sebagai saudaraku, serasa sudah lama mereka bersaudara. Persaudaraan ini mendorong Ananias menumpangkan tangannya ke atas diri Saulus. Lewat persaudaraan ini, Tuhan menjadikan Saulus bisa melihat kembali dan bahkan dipenuhi Roh Kudus.
Dewan Kepausan untuk Dialog antar Umat Beragama memberi pesan menyambut datangnya Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H. / 2020 A.D., “Ramadhan dan Idul Fitri memiliki nilai khusus untuk menumbuhkan persaudaraan antara umat Muslim dan Katolik. Dalam semangat inilah Dewan Kepausan bagi Dialog Antar Umat Beragama menyampaikan doanya yang terbaik dan ucapan selamat bagi Anda semua.”, Vatikan (17/4/2020)
Marilah kita mensyukuri persaudaraan kita dengan siapa pun selama ini, mewujudkan relasi persaudaraan dalam tindakan kasih yang nyata, dan membulatkan tekad menjaga persaudaraan agar terus berlanjut sekarang dan selamanya.
(abakaeb, Rm. Paulus Supriya, Pr. – Paroki Pugeran Yogyakarta).