(Kamis, 30/4/2020)
Belajar dari Rumah! Non scholae sed vitae discimus (Latin), tidak untuk nilai (angka) tetapi untuk hidup kita belajar.
Pandemi Covid-19 memaksa dunia pendidikan memberlakukan sistem belajar jarak jauh, daring. Guru dan murid tidak bertatap muka langsung. Situasi tidak biasa ini membuat orang tua kelabakan, murid bingung, guru pening. Semua tidak siap. Mungkin saat ini, guru dan murid kangen lingkungan sekolah. Kegaduhan ini merupakan hal wajar terjadi di situasi yang abnormal, serba mendadak.
Keadaan ini tentu juga memberi banyak hikmah. Pendidikan pertama-tama tidak membuat siswa mengerti bahan ajar tetapi menggempur banyak pembelajar untuk kreatif mencari solusi atas persoalan hidupnya. Orang tua makin mencintai perannya sebagai pendidik utama. Kreativitas, inovasi pembelajaran mesti bersifat transformatif, berimbas bagi kehidupan. Keuskupan Agung Semarang kini juga sedang menggencarkan model Gereja yang transformatif. Jadi sekolah bukanlah pertama-pertama untuk nilai angka tetapi untuk hidup.
“Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku.” (Yoh 6:45)
Sampai sekarang Bapa mengajar anak-anak-Nya agar datang untuk bersatu dengan Yesus. Persatuan dengan Yesus itu menyelamatkan manusia dan tidak dapat dimusnahkan oleh maut.
Semoga bukan wajib atau butuh, tetapi karena kangen kita ingin selalu sekolah, belajar sepanjang hayat.
Kita berterima kasih kepada siapa pun, karena pengajarannya kita makin dewasa di bidang rohani, kepribadian, intelektual, pastoral, dan sosial dalam mengikuti Kristus.
(abakaeb, Rm. Paulus Supriya, Pr. – Paroki Pugeran Yogyakarta).