Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
-Lukas 22:19-
Hosti, secara harfiah merupakan roti sakramen yang tak beragi, melambangkan Kristus yang telah bangkit. Hosti atau Roti Sakramen dalam Gereja-Gereja Timur dikenal dengan sebutan Prosforon (bahasa Yunani: πρόσφορον), yang berarti “persembahan”. (Wikipedia).
Hosti sendiri sebenarnya terbuat dari Tepung Gandum dan Air. Namun, setelah diberkati, maka sudah berinkarnasi menjadi Tubuh Kristus. Dimana, orang yang sudah menerima dan memakan Hosti, menjadi satu tubuh dengan Kristus.
Namun, ada satu hal yang unik. Entah kenapa, rasa Hosti seringkali berbeda-beda. Terkadang biasa saja, terkadang asin, terkadang amat sangat manis. Seolah rasa Hosti masih terhubung dengan pikiran, perasaan, dan dinamika psikologis yang kita alami ketika menerimanya.
Namun, dalam hal ini, bisa memiliki 2 jawaban, yaitu secara ilmiah, juga bisa spiritual.
Secara ilmiah, Hosti yg disimpan di dalam Tabernakel, masih baru. Sehingga, rasa yang didapati Hosti masih fresh, kriuk dan manis. Namun, terkadang ada hosti yg lama disimpan di Tabernakel, sehingga menjadi mlempem & cenderung biasa saja.
Tetapi, terdapat kemugkinan lain, yaitu tergantung sebelum misa kita minum/makan sesuatu terlebih dahulu, sehingga masih ada rasa makanan yang tersimpan di Lidah. Idealnya, 1 jam sebelum menerima Hosti/Ekaristi, tidak dianjurkan minum atau makan sesuatu, agar rasa hosti lebih asli.
Namun, secara spiritual, terdapat banyak sebab, tergantung bagaimana memaknainya. Secara spiritual, berarti terdapat kaitan dengam rasa, suasana hati dan dinamika psikologis.
Jika sedang mengalami sesuatu, atau di dalam hati sedang ada sesuatu yg menjadi kerinduan, bisa menjadi penanda.
Namun, Hosti adalah tanda Tuhan hadir dalam diri kita. Sehingga apapun suasana hati kita yang harus kita yakini, Tuhan benar-benar hadir dan ada untuk apapun yang kita rasakan.
“Finding God In All Thing”
-St. Ignatius Loyola-